MAKNA PENEBUSAN ANAK SULUNG
DALAM KEL 13,1-16, BAGI UMAT ISRAEL
![]() |
| Akulah Gembala yang baik |
I.
Pengantar
Peristiwa
Keluaran bangsa Israel dari Mesir merupakan kisah iman umat Israel,
dimana Allah berkarya menyelamatkan bangsa Israel dari perbudakkan Mesir. Kisah
ini berawal ketika Allah memilih bangsa Israel sebagai bangsa pilihan yang
nanti mendiami tanah terjanji; Kanaan. Kisah iman terlahir dari sebuah fakta
kelam bahwa umat Israel berada dalam situasi perbudakkan Mesir. Dalam masa
pemerintahan raja-raja Mesir, Israel dijadikan budak dan dianggap sebagai masyarakat
marginal yang dipandang rendah oleh penduduk dan raja-raja Mesir. Kehadiran
mereka ditanah Mesir dimanfaatkan oleh penguasa Mesir dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan hidup warga Mesir dengan menjadikan mereka sebagai pekerja.
Inilah realitas sejarah yang tidak dapat dipungkiri sekaligus sebagai awal
kisah perjumpaan antara Allah dan umat Israel.
Dalam situasi perbudakkan ini, Allah
membimbing Israel untuk keluar dari tanah Mesir. Sebagai bangsa pilihan, Allah
tidak berkenan Israel hidup menderita dan berada dalam situasi perbudakkan.
Allah berperan dalam kehidupan Israel dan berkenan membawa mereka keluar dari tanah
Mesir menuju tanah nenek moyang Israel, tanah yang dijanjikan Allah. Allah
mengawali peristiwa Keluaran ini dengan menampakan diriNya kepada Musa di
Gunung Horeb dan memilih Musa sebagai pemimpin bangsa Israel keluar dari Mesir.
Dalam bimbingan dan penyertaan Allah, serta dibawah pimpinan Musa Israel mampu
keluar dari mesir.
Beberapa
ekseget menilai bahwa Keluaran dari Mesir ini sebagai peristiwa yang menyatukan
Israel sebagai bangsa (nation[i]).
Peristiwa Allah yang bertindak untuk membebaskan dan membawa Israel keluar dari
Mesir menjadi peristiwa inti dalam iman orang Israel[ii].
Inilah fakta sejarah bahwa Israel sebagai bangsa pilihan Allah sekaligus menjadi
fakta iman orang Israel. Kisah Keluaran dan perjalanan di padang Gurun hanya
dapat dimengerti sebagai karya Allah, dan Allah yang terlibat dalam keseluruhan
hidup bangsa Israel. Keluaran dari mesir, peristiwa Sinai, pengembaraan Israel
dipadang Gurun dan masuknya mereka ke tanah yang dijanjikan, secara
bersama-sama sebagai suatu rentetan peristiwa dalam sejarah[iii].
II.
Konteks Historis dan Latar Belakang Teks
Hal
utama dalam usaha memahami makna dari
peristiwa penebusan anak sulung adalah menyimak konteks sejarah dan latar
belakangnya. Peristiwa penebusan anak sulung yang terjadi sesudah malam
pembebasan bangsa Israel dari Mesir mempunyai dasar pengalaman iman antara umat
Israel dan Allah yang mereka sembah. Dalam pengalaman iman ini, kita dapat
melihat bagaimana relasi Israel dan Yahwe dalam keseluruhan sejarah Israel. Relasi
ini dapat dilihat dari dua sisi, yakni; pertama,
Allah yang bersedia memberikan diri kepada Israel dan kedua, tanggapan umat Israel atas pemberian diri Allah. Pemberian
diri Allah kepada bangsa Israel sebagai bentuk pilihan bebas Allah dan Israel
menjadi bangsa pilihan dari antara bangsa lain. Israel sebagai bangsa yang
dipilih dari antara bangsa lain, dituntut janji kesetiannya kepada Allah yang
telah memberikan diriNya. Relasi antara Israel dan Allah, dapat diposisikan
sebagai sebuah perjanjian yang harus dipenuhi. Allah menjanjikan suatu
keselamatan, dan keselamatan ini akan dipenuhi bila Israel menaati serta setia
pada Allah. Peristiwa keluarnya bangsa Israel dari penjajahan Mesir dimengerti
dalam pengertian penuhan janji keselamatan Allah. Dan pengorbanan anak sulung
dari bangsa Israel, memiliki banyak dimensi arti yang dapat ditafsir dan
dimengerti dari berbagai perspektif.
2.1 Latar Belakang Teks
Teks
Kel 13,1-16 diperkirakan ditulis sesudah malam pemaklumatan pembebasan bangsa
Israel. Untuk memahami secara mendalam teks ini, kita harus mengetahui
terdahulu konteks sejarah Israel ketika berada di Mesir dan saat-saat menjelang
keluaran dari Mesir. Sejarah mencatat bahwa raja Hiksos menguasai Mesir
kira-kira 100 tahun lamanya, kemudian pada tahun 1550 Mesir kembali ke tangan
penduduk asli Mesir dan berhasil membebaskan diri dari penindasan raja Hiksos. Josephus,
seorang ahli sejarah Yahudi pada masa kuno, memperkirakan peristiwa Keluaran berlangsung
pada saat yang sama. Selain Josephus terdapat
beberapa pendapat lain mengenai waktu keluaran dari Mesir ini. Dalam paper ini,
saya memfokuskan penentuan waktu keluaran dari Mesir menurut Alkitab. Dalam Alkitab
terdapat dua pendapat mengenai keluaran dari Mesir yang berbeda satu terhadap
yang lain. Pertama, menurut Kel 12, 37.40 “kemudian
berangkatlah orang Israel dari Raamses ke Sukot, kira-kira enam ratus ribu
orang laki-laki berjalan kaki, dan tidak termasuk anak-anak. Lama orang Israel
diam di Mesir adalah empat ratus tiga puluh tahun setelah Yusuf dan keluarganya
berpindah ke mesir”. Kedua, menurut I Raja-raja 6.1, keluaran dari Mesir
itu berlangsung 480 tahun sebelum pembangunan bait Allah. Bait Allah
diperkirakan dibangun sekitar tahun 958, dan dari sini dapat dihitung bahwa
keluaran dari Mesir berlangsung sekitar tahun 1438 SM. Perhitungan 480 tahun
ini, mungkin secara simbolis menunjuk pada 12 generasi, zaman yang berlangsung
selama masing-masing generasi dihitung 40 tahun.
2.2 Pengorbanan Dalam Tradisi Lokal
Palestina
Pengorbanan
hewan maupun anak manusia sudah dikenal dalam budaya Palestina umumnya.
Pengorbanan hewan merupakan sebuah tradisi lokal dalam kalangan gembala
Palestina. Mengingat bahwa matapencaharian umumnya di daerah Timur Tengah adalah
peternakan. Kebiasaan para gembala ketika bulan purnama tiba adalah
mempersembahkan seekor atau lebih hasil gembalaannya kepada dewa-dewi, yang
mereka yakini sebagai penjaga bagi mereka dan gembalaan mereka. Tujuan lain
dari pengorbanan ini adalah agar para gembala berserta gembalaannya selamat dan
luput dari ancaman-ancaman binatang buas. Pada malam bulan purnama, beberapa
gembala akan berkumpul membentuk kelompok-kelompok beserta ternak, dan
mengadakan upacara pengornanan ini.
Selain pengorbanan hewan atau ternak
piaraan, penduduk Palestina mengenal juga tradisi pengorbanan anak manusia.
Pengorbanan ini lebih dikenal dalam tradisi Kanaan kuno. Perngorbanan anak
manusia biasa dipersembahkan kepada dewa Molokh. Dewa ini diyakini sebagai dewa
kesuburan bagi tanah Kanaan serta memberikan kehidupan bagi bangsa Kanaan. Sebagai
imbalan atau sebagai penghargaan kepada dewa ini, adalah mengorbankan seorang
anak manusia.
III. Makna Penebusan Anak Sulung
Teks
tentang penebusan anak sulung yang terdapat dalam Kel 13,1-16 merupakan sebuah
teks sisipan. Bila membandingkan dengan teks sebelumnya Kel 12,43-51 kita akan
menemukan ketidakcocokkan. Dari sudut kronologis peristiwa, cerita yang ada
dalam bab 12 lebih cocok dengan kel 13, 17-22. Ada kesinambungan cerita dan
susunan peristiwanya sangat logis. Dalam Kel 12,43-51 kita mengetahui bahwa
pada malam persiapan keberangkatan umat Israel dari Mesir, Allah hanya
berfirman kepada Musa mengenai paskah. Dan pada hari itu Allah membawa membawa orang Israel keluar dari Mesir (Kel 12,51). Teks ini cocok
dengan peristiwa dalam Kel 13, 17-22, dari sudut pandang kronologis peristiwa
lebih sesuai, saling berurut-urutan dan berkesinambungan. Dan teks tentang
penebusan anak sulung dalam Kel 13, 1-16
merupakan sisipan, karena tidak sesuai dengan alur cerita atau tidak sesuai
dengan kronologis peristiwa yang terdahulu maupun peristiwa yang ada
didepannya. Teks penebusan anak sulung ditempatkan disini, karena dikaitkan
dengan kematian anak sulung Mesir yang terdapat dalam tulah yang kesepuluh.
Teks ini juga tidak sesuai dengan penetapan perayaan paskah.
Dalam Kel 13, 1-16 kita dapat
membaginya menjadi dua bagian. Pertama; Allah berfirman kepada Musa tentang
pengorbanan anak sulung hewan atau anak sulung ternak dan anak sulung Israel.
Kedua; Musa menyampaikan itu kepada bangsa Israel. Peran Musa disini sebagai mediator antara Allah dan
bangsa Israel. Dari teks ini, kita mengetahui bahwa Allah sendirilah yang menghendaki
pengorbanan ini, “Kuduskanlah bagiKu
semua anak sulung, semua yang lahir terdahulu dari kandungan pada orang Israel,
baik pada manusia maupun pada hewan, Akulah yang empunya mereka” Kel 13,2. Teks ini menjadi dasar tradisi bagi
umat Israel untuk mengorbankan semua anak sulung hewan maupun manusia kepada
Allah. Umat Israel meyakini bahwa semua yang sulung adalah milik Allah. Anak
sulung hewan, khusunya domba dijadikan persembahan, sedangkan anak sulung
manusia ditebus sebagai peringatan pada malam persiapan keluar dari Mesir,
dimana pada waktu itu semua anak sulung Mesir dibunuh. Anak sulung hewan yang
pantas dikorbankan adala domba yang lahir tanpa ada cacat cela, sedangkan
keledai hanya dipatahkan batang lehernya dan tidak dijadikan korban, karena
keledai termasuk hewan yang haram.
3. 1 Anak Sulung Hewan
Dalam
teks 13,1-16 nuansa yang kita rasakan adalah seruan-seruan nasihat agar umat
Israel memperingati hari pembebasan dari Mesir. “Peringatilah hari ini, sebab pada hari ini kamu keluar dari Mesir,
dari rumah perbudakkan; karena dengan kekuatan tanganNya Tuhan telah membawa
kamu keluar dari sana,” Kel 13, 3. Musa menghendaki peristiwa penyelamatan
terus dikenang oleh umat Israel, sebagai peristiwa besar dan ajaib dimana Allah
terlibat sepenuhnya dalam peristiwa itu. Sebab dengan tangan yang kuat Allah
membawa mereka keluar dari Mesir. Sebagai balasan atas keterlibatan Allah ini,
umat Israel harus mempersembahkan bagi Tuhan segala hewan yang lahir terdahulu
dan beranak pertama kalinya. “Maka
haruslah kau persembahkan bagi Tuhan segala yang lahir terdahulu dari kandungan;
juga setiap kali ada hewan yang kau punyai beranak pertama kali, anak jantan
adalah bagi Tuhan,” Kel 13,12b.
Persoalan yang muncul disini adalah,
mengapa yang menjadi korban penebusan adalah segala yang lahir terdahulu atau
yang sulung? Persoalan ini masih berkaitan dengan Kel 12, yakni tentang tulah
yang kesepuluh. Dalam kisah ini, Allah membunuh semua anak sulung Mesir, baik
anak sulung binatang maupun anak sulung manusia. Hal ini menjadi jelas bahwa
pengorbanan anak sulung sebagai peringatan atau untuk mengingat peristiwa pada
malam pembebasan Israel. Allah membebaskan Israel dengan menciptakan suasana
duka yang mendalam di kalangan Mesir. Ketika orang-orang Mesir larut dalam
kesedihan, mereka tak kuasa menahan umat Israel yang memulai perjalanan menuju
tanah terjanji, Kanaan. Pengorbanan anak sulung hewan atau ternak yang sulung dapat
ditafsir dan dimengerti dalam konteks pembebasan Israel ini. Beberapa tafsiran
dari konsep pengorbanan anak sulung; pertama, maksud pengorbanan anak sulung
dalam teks ini adalah sebagai “ungkapan syukur”
atas peristiwa penyertaan Allah terhadap umat Israel. Hal ini sesuai
dengan latar belakang teks. Teks ini diperkirakan umat Israel masih berada
dalam perjalanan menuju Kanaan. Dan rasa syukur Israel kepada Allah diwujudkan
dengan pengorbanan anak sulung hewan yakni anak domba sulung yang tanpa cacat
cela. Israel wajib dan harus bersyukur pada Allah, karena atas karya dan peran
Allah yang mampu membawa mereka keluar dari tanah Mesir. Sisi lain pujian
syukur Israel kepada Allah adalah karena Allah telah menepati salah satu janji
keselamatanNya, yakni membawa Israel keluar dari Mesir. Peristiwa ini sebagai tanda
nyata bahwa Allah sungguh mencintai umat pilihanNya. Sebagai bentuk ucapan
syukur ini, bangsa Israel harus mengorbankan anak domba yang sulung kepada
Allah. Ada beberapa tafsiran, mengapa hewan yang harus dikorbankan adalah
seekor domba yang sulung, dan bukan keledai. Persoalan mengapa harus domba
dapat kita jawab dengan melihat pengalaman iman nenek moyang Israel sendiri,
yakni pengalaman Abraham. Abraham mempersembahkan domba sebagai korban bakaran
kepada Allah, (Kej 22, 13). Dari keseluruhan cerita tentang korban bakaran
Abraham dalam kej 22, dapat kita ketahui bahwa Allah sendiri yang menyediakan
domba sebagai korban bakaran, Kej 22, 8. Kisah ini merupakan fakta sejarah iman
nenek moyang Israel. Penafsiran lain karena domba merupakan hewan piaraan atau
ternak dalam kalangan masyarakat Israel, dan daging domba menjadi bahan
konsumsi bagi umat Israel.
Tafsiran yang kedua adalah,
pengorbanan anak sulung sebagai “peringatan” akan karya Allah yang telah
membebaskan Israel dari perbudakkan Mesir. Umat Israel melihat keluaran dari
Mesir sebagai peristiwa iman, dimana Allah turut berpartisipasi dalam proses
pembebasan itu. Sebagai peristiwa iman, maka pantaslah bila hal ini diperingati
dalam sejarah hidup bangsa Israel. Musa sebagai pemimpin utama Israel, menyerukan
agar umat Israel memperingati hari
pembebasan ini. “Peringatilah hari ini,
sebab pada hari ini kamu keluar dari Mesir, dari rumah perbudakkan; karena
dengan kekuatan tanganNya Tuhan telah membawa kamu keluar dari sana” Kel
13,3. Pokok seruan Musa ini adalah agar umat Israel memandang peristiwa
keluaran sebagai peristiwa penyelamatan
Allah. Dengan tanganNya yang kuat Allah membawa Isarel keluar dari Mesir.
Penyebutan kata “dengan tangan yang kuat” mau menunjukkan identitas Allah yang
hadir secara nyata dalam proses pembebasan itu. Dengan tangan yang kuat pula,
Allah membawa keluar umat Israel. Maksud dari Allah yang membawa Israel adalah Allah
yang melepaskan penderitaan, membebaskan dari perbudakkan, meluputkan,
meyelamatkan serta membimbing untuk menuju tanah terjanji. Sejumlah kata kerja
diatas, mau menyatakan aspek perbuatan atau tindakkan Allah yang nyata bagi
umat Israel[iv].
Karena itu umat Israel harus memperingati hari pembebasan itu serta menyadari
bahwa peristiwa itu merupakan perbuatan atau karya Allah semata-mata.
Tafsiran
yang ketiga adalah, pengorbanan anak sulung sebagai tindakkan pengudusan bangsa
Israel. Allah telah memilih Israel dan membawa Israel keluar dari tanah Mesir.
Konsekuensi dari peristiwa ini adalah Israel berpisah dari Mesir sekaligus
menjadi bangsa baru yang dipilih Allah dari antara bangsa-bangsa lain. Menjadi
tuntutan utama bangsa Israel sebagai bangsa pilihan adalah mereka harus kudus,
karena Allah sendirilah adalah kudusserta Allah hadir di tengah-tengah umat
Israel. . Tuntutan ini nampak dalam Im 11, 44 “Sebab Akulah Tuhan AllahMu, maka haruslah kamu menguduskan dirimu dan
haruslah kamu kudus, sebab Aku ini kudus, dan janganlah kamu menajiskan dirimu
dengan setiap binatang yang mengeriap dan merayap di atas bumi”. Untuk
menguduskan diri, Israel mempersembahan korban sebagai silih atas dosa seluruh
bangsanya. Korban ini sebagai korban tebusan dosa bangsa Israel. Dengan mempersembahkan
korban penghapus dosa, maka umat Israel menjadi bangsa yang kudus. Hal ini
dilihat dari segi pemenuhan tuntutan untuk bangsa Israel. Dimensi pengudusan
Israel dapat dilihat juga dari keterlibatan Allah didalamnya. Dalam arti ketika
Allah memilih dan membawa Israel keluar dari Mesir, disaat itu pula Allah
menguduskan Israel, oleh karena itu keluaran dari Mesir adalah juga merupakan
pengudusan Israel[v].
3.2 Anak Sulung Manusia
Bangsa
Israel setelah keluaran dari Mesir menjadi bangsa yang baru. Israel memperoleh
identitas baru pula, yakni sebagai bangsa pilihan Allah. Sebagai bangsa baru,
tentu Israel mau membangun suatu tradisi baru dengan seluruh tata hidup serta
norma hidup yang baru. Hal ini masih berkaitan dengan tutuan aspek kekudusan
bangsa Israel sebagai bangsa terpilih. Kesepuluh perintah Allah sebagai
pegangan awal Israel dalam praktek hidup berbangsa, selanjutnya hokum-hukum
Israel yang baru lainnya terdapat dalam kitab imamat. Meskipun sebagai bangsa
yang baru, namun efek fenomenologis agama dan tradisi lokal Palestina tetap
member pengaruh dalam kehidupan mereka sebagai bangsa baru. Hal ini tampak
dalam persoalan memberi tebusan anak manusia kepada Allah. Pada awal telah
dijelaskan bahwa tradisi pengorbanan anak manusia telah dikenal di tanah
Kanaan, sebagai persembahan kepada dewa Molokh, dewa kesuburan bagi tanah
Kanaan. Berangkat dari realitas tradisi ini, umat Israel baru mengorbankan anak
sulungnya kepada Allah. Pada tahap ini, Israel mengartikan secara baru tentang
konsep pengorbanan ini. Pengorbanan tidak diartikan lagi sebagai persembahan
kepada dewa pujaan mereka dengan cara membunuh seorang anak manusia, tetapi
dimengerti sebagai “penyerahan” kepada Allah sebagai dewa tertinggi dan tunggal
dalam bangsa Israel. Peristiwa iman dari keluaran selain mengakui Allah sebagai
pembebas juga membawa pengertian bahwa Allah yang membebaskan mereka sebagai
Allah satu-satunya yang tertinggi.
Terlepas dari dimensi pengorbanan
anak manusia dalam tradisi lokal, ada beberapa penafsiran makna konsep
penebusan anak sulung manusia dalam Kel 13. Pertama, penebusan anak sulung
manusia masih berkaitan dengan tulah yang kesepuluh, yakni pada malam keluaran
Israel dari Meisr, Allah membunuh tiap-tiap yang sulung di tanah Mesir dan
Allah membuat kesedihan mendalam bagi Mesir. Dalam situasi ini, bangsa Israel
tidak mampu menahan bangsa Israel, dan berangkatlah bangsa Israel dari Mesir.
Penebusan anak sulung Israel dapat dipahani dari konteks peristiwa malam
pembebasan ini. Hal utama yang menjadi perhatian pokok dari aspek penebusan ini
adalah agar umat Israel mengingat bahwa Allah sendirilah yang membawa Israel
keluar dari mesir tanpa ada campur tangan dari pihak bangsa Israel. Tafsiran
kedua, penebusan anak sulung sebagai tanda keutuhan relasi antara Allah dan
umat Israel. Allah telah memilih Israel dari antara bangsa lain, dan Israel
menjadi milik Allah seutuhnya. Untuk melanggengkan ikatan relasi ini, umat
Israel harus menebus anak sulung kepada Allah. Dengan cara ini, umat Israel
senantiasa menyadari bahwa posisi mereka sebagai bangsa pilihan dan wajib
menjalin relasi dengan Allah. Dalam ikatan relasi dengan Allah, umat Israel
harus memenuhi tuntutan Allah yakni menjaga kekudusan seluruh bangsanya. Karena
itu, penebusan anak sulung dipahami juga sebagai tanda kekudusan Israel.
Tafsiran ketiga, anak sulung menjadi tebusan karena anak sulung sebagai pewaris
atau ahli waris dalam tradisi Israel.
Dalam konteks ini, anak sulung ditebus kerena mereka menjadi penerus
atau pewaris sejarah keselamatan Allah. Karya Allah yang membebaskan Israel,
harus dikenang dan diwariskan kepada seluruh generasi Israel. “Hal itu harus menjadi tanda pada tanganmu
dan menjadi lambang di dahimu, sebab dengan kekuatan tanganNya Tuhan membawa
kita keuar dari Mesir” Kel 13,16.
John F. Craghan menafsirkan makna
penebusan anak sulung kedalam empat point[vi];
Pertama, penebusan bagi Israel berarti dijauhkan dari kekejaman Firaun sehingga
memperoleh kebebasan. Karena dalam pemerintahan Firaun Israel dijadikan budak
bagi bangsa Mesir. Kedua, penebusan berarti Israel memiliki tempat tinggal
baru. Allah menuntun kembali bangsa Israel ke tanah nenek moyang mereka yakni
tanah terjanji Kanaan. Mengingat bahwa lama perjalanan adalah empat puluh
tahun, maka bisa dipastikan tidak semua bangsa Israel masuk tanah terjanji.
Karena itu penebusan sebagai memperoleh tempat tinggal baru dapat diartikan
menjadi dua bagian, yakni keluar dari Mesir kemudian berziarah dipadang gurun,
disisi lain keluaran dari mesir dan masuk tanah terjanji. Ketiga, penebusan
berarti Allah menyingkirkan mereka yang berlaku tidak adil terhadap Israel.
Allah hadir sebagai seorang penyelamat bagi bangsa Israel. Keempat, penebusan
berarti Allah mengidentifikasikan diri sebagai seorang anggota keluarga yang
memperhatikan anggota keluarga lain. Seorang penebus adalah orang anggota
keluarga yang bertanggungjawab atas keutuhan keluarganya.
IV.
Refleksi Teologis
Tradisi Gereja merefleksikan bahwa
awal iman kristiani berasal dari tradisi Israel. Sejumlah tata aturan liturgi,
Gereja, dan iman berpangkal dari tradisi Israel. Demikian pula Yesus yang nota
bene adalah orang Yahudi menjadi pusat iman bagi orang kristiani. Isarel
menjadi titik pangkal kelahiran Gereja dan iman kristiani. Karena itu saya
mencoba merefleksikan hubungan antara konsep penebusan Israel dan konsep
penebusan Yesus yang sebagai pusat iman Gereja.
a.
Israel Anak Sulung Allah
Peristiwa
keluaran dari mesir merupakan peristiwa inti bagi iman Israel. Dari peristiwa ini
Allah mendasarkan bangsa Israel sebagai bangsa pilihanNya. Berpangkal dari
peristiwa ini, Israel mengidentifikasikan dirinya sebagai bangsa pilihan dari
antara bangsa-bangsa lain. Pilihan Allah atas Israel sebagai bentuk
keterlibatan Allah dalam seluruh ciptaanNya. Pilihan Allah yang bebas ini
menjadikan Israel sebagai bangsa yang sulung dari bangsa-bangsa lain.
Konsekuensi bagi Israel sebagai bangsa pilihan adalah mereka harus hidup
sebagai bangsa yang beriman pada Allah dan meninggalkan seluruh tradisi lama
yang tidak berkenan dihadapan Allah. Umat Israel merupakan semacam wakil
seluruh manusia, jika
Allah membebaskan Israel berarti Allah juga membebaskan semua umat manusia dari
perbudakkan dosa. Israel sebagai anak
sulung harus terus merenungkan inti perjanjiannya dengan Allah yang telah
membebaskan mereka, yakni Allah menjadi Allah satu-satunnya bangsa Israel dan
orang Israel menjadi umat pilihanNya.
b.
Yesus Anak Sulung Yang Ditebus
Tradisi kristiani meyakini Yesus
yang menderita dan wafat adalah sebagai tebusan atas dosa umat manusia.
Pemahaman ini sangat kuat dalam tradisi Alkitabiah seperti nampak dalam pengajaran rasul Paulus kepada jemaat di
Roma, Efesus dan Kolose. Rasul Paulus secara tegas mengajarkan, bahwa di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita
beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya,
Ef 1,7. Dalam suratnya kepada jemaat di Kolose Paulus menekankan lagi aspek
penebusan ini, “di dalam Dia kita
memiliki penebusan kita, yaitu pengampunan dosa, Kol 1,14. Yesus dilihat
sebagai orang yang menanggung seluruh dosa umat manusia, dan yang sulung
sebagai penebus dosa serta kuasa dosa manusia. Aspek penebusan Yesus ini dapat
disejajarkan dengan penebusan anak sulung Israel. Kesamaan dari kedua makna
penebusan ini adalah sama-sama sebagai seorang penebus dosa. Perbedaannya hanya
menyangkut keluasan dari tujuan penebusan ini. Penebusan anak sulung Israel
hanya mencakup pada kelompok bangsa Israel, sedangkan penebusan Yesus mencakup
seluruh umat manusia. Selain ini, penebusan Yesus memiliki tiga dimensi makna
penebusan, yakni penebusan Yesus sebagai penanggung dosa manusia masa lalu,
penebusan Yesus untuk memperbaharui hidup masa kini, dan sebagai prospek hidup
masa depan.
V.
Penutup
Pengalaman keluaran sebagai
peristiwa revolusi iman dan tradisi Israel, dimana peristiwa ini membawa mereka
sebagai bangsa baru yang bebas dari penguasaan Mesir. Peristiwa ini juga
sebagai pangkal kemerdekaan Israel sekalipun ditengah-tengah kesulitan dan
perbudakkan-perbudakkan baru yang sewaktu-waktu menekan mereka. Peristiwa
keluaran ini membawa serta kelahiran Israel sebagai umat yang percaya[vii]
Percaya kepada Allah yang telah berkenan membebaskan, menyelamatkan,
menguduskan dan membawa mereka keluar
dari tanah Mesir. Bangsa Israel mewujudkan ungkapan syukur mereka atas
peristiwa ini dengan mengorbankan anak yang sulung, sekaligus untuk mengingat
sejarah keselamatan ini sebagai karya Allah yang nyata dalam kehidupan bangsa
Israel. Dari keseluruhan tafsiran Kel 13,1-16, kita dapat menggarisbawahi
ketiga hal pokok yang menjadi dasar pembebasan Israel[viii];
Pertama, Allah sendirilah yang membebaskan umatNya. Umat Israel diikutsertakan
dalam perbuatan dan tindakkan penyelamatanNya. Kedua, Allah membebaskan umatNya
dari perbudakkan Mesir. Allah berkenan membebaskan umatNya dari berbagai bentuk
perbudakkan termasuk perbudakkan dosa. Ketiga, Allah sungguh-sungguh
membebaskan umatNya. Tindakkan Allah mencetuskan cita-cita kemerdekaan dan
keadilan sosial ditengah-tengah umat Israel, cita-cita yang membuat umat Israel
menjadi suluh diantara bangsa-bangsa lainnya. Ketiga hal ini yang menjadi acuan
dan tujuan dari penebusan serta pengorbanan anak sulung dari bangsa Israel.
[i]
D.F. Hinson, Sejarah Israel pada Zaman Alkitab, diterjemahkan
dari Historiy
Of Israel,Oleh M.Th. Mawene, PT BPK Gunung Mulia, Jakartas 1996, 56.
[ii]
D.F. Hinson, Sejarah Israel pada Zaman Alkitab, 66.
[iii]
D. F G. Barth, Theologia Perjanjian Lama, 134.
[iv]
Hinson, Sejarah Israel pada Zaman Alkitab, 57.
[v]
Indra Sanjaya, Kitab Taurat, Diktat Kuliah Fakultas
Teologi Wedabhakti, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta 2001, 124.
[vi]
J.F. Craghan,”Keluaran”, Dalam D.Bergant – R.J.
Karris (eds), Tafsir Alkitab Perjanjian
Lama, diterjemahkan dari The
Collegeville Bible Commentary, Oleh A.S Hadiwiyata, Kanisius, Yogyakarta
2002, 95.
[vii]
C. Barth, Theologia Perjanjian Lama, 142.
[viii]
C. Barth, Theologia Perjanjian Lama, 147.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar